Resepsi dan Tanggapan Ki Timbul Hadiprayitno atas Gugurnya Dasamuka dalam Lakon Banjaran Sinta
Abstract
Abstract
Ki Timbul Hadiprayitno’s sanggit (a way of storytelling in wayang perfomance based on particular dalang’s/puppet master’s interpretation) regarding the death of Prabu Dasamuka in his play of Banjaran Sinta is an interesting phenomenon. There are several characters and events that are not common in conventional puppetry traditions in general, especially in Ngayogyakarta puppetry tradition. Ki Timbul himself has said that some of the events and characters in the play originated from the comic by Kosasih. Thus, it can be said that there has been a transformation of the Kosasih text into the performance form by Ki Timbul Hadiprayitno. The question is: How does Ki Timbul Hadiprayitno respond to the Kosasih text through his new sanggit? The process of the transformation here can be traced by comparing the texts of Ki Timbul Hadiprayitno and Kosasih in order to examine their similarities and differences. The comparison of both texts is very important to show the origin of source text which becomes the basis for the creation of the new text in Ki Timbul Hadiprayitno’s sanggit. By this comparison, the causes of differences and changes of text and sanggit can be revealed. Furthermore, it can show that Kosasih’s text has influenced Ki Timbul Hadiprayitno’s play. There have been changes, both additions and subtractions. However, Ki Timbul Hadiprayitno still pays attention to and maintains the intertextuality of wayang plays intact.
Abstrak
Sanggit Ki Timbul Hadiprayitno mengenai gugurnya Prabu Dasamuka dalam lakon Banjaran Sinta, merupakan fenomena yang menarik. Di sana dijumpai beberapa tokoh dan peristiwa yang tidak lazim dalam tradisi pedalangan konvensional pada umumnya, terlebih tradisi pedalangan Ngayogyakarta. Ki Timbul sendiri mengatakan bahwa beberapa peristiwa dan tokoh dalam lakon tersebut bersumber dari komik karya Kosasih. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa telah terjadi transformasi teks Kosasih ke dalam bentuk pertunjukan Ki Timbul Hadiprayitno. Yang menjadi pertanyaan adalah: Bagaimana cara Ki Timbul Hadiprayitno menanggapi teks Kosasih melalui sanggit barunya? Proses terjadinya transformasi di sini dilacak dengan cara mempersandingkan teks Ki Timbul Hadiprayitno dan Kosasih dalam rangka mencermati persamaan dan perbedaannya. Persandingan demikian sangat penting untuk menunjukkan sumber teks yang dijadikan dasar penciptaan teks baru dalam sanggit Ki Timbul Hadiprayitno. Dari sini kemudian dilacak tentang penyebab perbedaan dan perubahan yang terjadi. Melalui strategi di atas diperoleh pemahaman bahwa teks Kosasih menjadi bahan perubahan pada teks lakon yang telah dimiliki Ki Timbul Hadiprayitno sebelumnya. Namun dalam perpaduan tersebut telah terjadi perubahan, baik penambahan maupun pengurangan. Namun demikian Ki Timbul Hadiprayitno masih memperhatikan dan mempertahankan intertekstual lakon wayang secara utuh.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Amir, H. (1991). Nilai-nilai Etis dalam Wayang. Pustaka Sinar Harapan.
Hadiprayitno, K. (2004). Dari Serat Brantayuda Sampai Dengan Bratayuda Tradisi Pewayangan Yogyakarta. In Bharatayudha: Dimensi Religi dan Budaya Dalam Serat Bratayuda. Penerbit Yayasan Kebudayaan Islam Bekerjasama dengan IAIN Kalijaga Yogyakarta.
Hadiprayitno, K. T. (1988). Banjaran Sinta.
Hardjana, A. (1991). Kritik Sastra; sebuah Pengantar. Gramedia Pustaka Utama.
Hariyanto. (2019). Ki Enthus Susmono: Skandal Performatif Don Juan dan Kebaruan Gagrag Pedalangan. Wayang Nusantara: Journal of PuppetryJournal Of Puppetry, 3(2), 63–79. https://doi.org/https://doi.org/10.24821/wayang.v3i2
Hopkins, E. W. (1986). Epic Mytology. Motilal Banarsidass.
K.M., N. (1994). Menafsirkan Teks, Pengantar Kritis Kepada Teori dan Praktek Penafsiran Sastra. IKIP Semarang Press.
Kosasih, R. A. (1999). Ramayana Jilid III. Elex Media Komputindo.
Kridhalaksana, H. (1982). Kamus Linguistik. Gramedia.
Mardalis. (1990). Metode Penelitian, Suatu Pendekatan Proposal. Bumi Aksara.
Mulyono, S. (1982). Wayang, Asal-usul, Fisafat dan Masa Depannya. Gunung Agung.
Padmosoekotjo, S. (1989a). Silsilah Wayang Purwa Mawa Carita Jilid I. Citra Jaya Murti.
Padmosoekotjo, S. (1989b). Silsilah Wayang Purwa Mawa Carita Jilid III. Citra Jaya Murti.
Soetarno. (1995). Wayang Kulit Jawa. Cendrawasih.
Surakhmad, W. (1990). Penelitian Ilmiah, Dasar Metode Teknik. Tarsito.
Syahrir, N. (2014). Pakarena Sere Jaga Nigadang (A. Wahyudi (ed.)). Bagaskara.
Teeuw, A. (1988). Sastra dan Ilmu Sastra. Pustaka Jaya.
Tim Penyusun Balai Bahasa. (2017). Kamus Bahasa Jawa (Bausastra Jawa). Balai Bahasa Yogyakarta.
Wahyudi, A. (2019). Lakon Karna Tandhing: Konsep Pergantian Musim dalam Pemujaan Syiwa. Wayang Nusantara: Journal of Puppetry, 3(2), 80–90. https://doi.org/10.24821/wayang.v3i2.3148
Wahyudi, A. (2020). Konsep Mulihing Lakon dalam Pertunjukan Wayang Kulit Purwa.
Wiryamartana, I. Kuntara. (1990). Arjunawiwaha Transformasi Teks Jawa Kuna Lewat Tanggapan dan Penciptaan di Lingkungan Sastra Jawa. Duta Wacana University Press.
Wiryamartana, Ig. Kuntara. (1998). Popularitas Tidak Perlu Diburu”. In K. Hadiprayitno (Ed.), Inovasi dan Transformasi Wayang Kulit. Lembaga Studi Jawa.
DOI: https://doi.org/10.24821/wayang.v4i2.4952
Article Metrics
Abstract view : 0 timesPDF - 0 times
Refbacks
- There are currently no refbacks.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License. ISSN 2356-4776 (print) | ISSN 2356-4784(online).