PELAJARAN TARI : IMAGE DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK
Abstract
Tari adalah salah satu cabang seni yang dalam ungkapannya menggunakan bahasa gerak tubuh. Untuk
mencapai kualitas kepenarian yang bagus, seorang penari dituntut penguasaan aspek wiraga, wirama dan
wirasa. Namun ternyata tidak hanya cukup penguasaan tiga aspek tersebut agar pemahaman tari secara utuh
dipahami. Aspek di luar teknis sebenarnya lebih banyak manfaat yang bisa kita peroleh jika kita mempelajari
tari secara kontekstual.
Permasalahan seputar pelajaran tari di sekolah umum (baca : SD, SMP, dan SMA) sebenarnya berkutat
pada masalah image orang terhadap pelajaran tari yang dipandang sebelah mata. Pertanyaan yang pantas kita
ajukan kepada para pelaku dan pendidik seni tari adalah : mampukah kita merubah image tari dari
pemahaman tekstual menjadi kontekstual?
Manfaat yang dapat kita peroleh dari pemahaman secara konteksualitas tentang tari sebenarnya akan
memberikan kontribusi yang signifikas terhadap pembetukan karakter siswa yang mempelajari. Kedalaman
isi dan makna di balik pelajaran tari inilah yang selama ini belum banyak dikupas pendidik seni tari di
sekolah umum. Dengan pemahaman kontekstualitas itu maka anggapan tari sebagai pelajaran praktik ansich
akan terkikis. Tari adalah pelajaran yang memiliki kompleksitas permasalahan terkait dengan masalah sosial,
budaya, antropologi, politik hingga permasalahan global. Untuk itulah belajar tari yang benar adalah belajar
secara kontekstual dengan mempertimbangkan apa yang ada dalam tari itu secara utuh, sehingga kita tidak
hanya terpancang pada aspek teknik dalam olah wiraga saja. Pemahaman nilai-nilai filosofi joged mataram
menjadi penting artinya, karena akan memberikan manfaat untuk pembentukan karakter bagi anak yang
mempelajarinya Konsep sawiji, greget, sengguh dan ora mingkuh dapat diterapkan dalam kehidupan seharihari,
karena prinsip tersebut merupakan dasar untuk melaksanakan kehidupan yang oleh Suryobrongto
disebut dengan way of life.
mencapai kualitas kepenarian yang bagus, seorang penari dituntut penguasaan aspek wiraga, wirama dan
wirasa. Namun ternyata tidak hanya cukup penguasaan tiga aspek tersebut agar pemahaman tari secara utuh
dipahami. Aspek di luar teknis sebenarnya lebih banyak manfaat yang bisa kita peroleh jika kita mempelajari
tari secara kontekstual.
Permasalahan seputar pelajaran tari di sekolah umum (baca : SD, SMP, dan SMA) sebenarnya berkutat
pada masalah image orang terhadap pelajaran tari yang dipandang sebelah mata. Pertanyaan yang pantas kita
ajukan kepada para pelaku dan pendidik seni tari adalah : mampukah kita merubah image tari dari
pemahaman tekstual menjadi kontekstual?
Manfaat yang dapat kita peroleh dari pemahaman secara konteksualitas tentang tari sebenarnya akan
memberikan kontribusi yang signifikas terhadap pembetukan karakter siswa yang mempelajari. Kedalaman
isi dan makna di balik pelajaran tari inilah yang selama ini belum banyak dikupas pendidik seni tari di
sekolah umum. Dengan pemahaman kontekstualitas itu maka anggapan tari sebagai pelajaran praktik ansich
akan terkikis. Tari adalah pelajaran yang memiliki kompleksitas permasalahan terkait dengan masalah sosial,
budaya, antropologi, politik hingga permasalahan global. Untuk itulah belajar tari yang benar adalah belajar
secara kontekstual dengan mempertimbangkan apa yang ada dalam tari itu secara utuh, sehingga kita tidak
hanya terpancang pada aspek teknik dalam olah wiraga saja. Pemahaman nilai-nilai filosofi joged mataram
menjadi penting artinya, karena akan memberikan manfaat untuk pembentukan karakter bagi anak yang
mempelajarinya Konsep sawiji, greget, sengguh dan ora mingkuh dapat diterapkan dalam kehidupan seharihari,
karena prinsip tersebut merupakan dasar untuk melaksanakan kehidupan yang oleh Suryobrongto
disebut dengan way of life.
Keywords
tari, joged, seni
DOI: https://doi.org/10.24821/joged.v3i1.54
Article Metrics
Abstract view : 0 timesRefbacks
- There are currently no refbacks.
View My Stats