BATIK LARANGAN DI KERATON YOGYAKARTA PADA MASA PEMERINTAHAN SRI SULTAN HB VII
Abstract
Batik cloth which usually contain spiritual values are generally made in the palace or
Vorstenlanden, including batik in Yogyakarta Palace(Keraton).The batik of Keraton Yogyakarta
aremade with special treatment preferentially both in terms of color application and the use of
motifs. Both aspects believed to have spiritual values and a certain symbolic meaning. Batik
activity believed to be a ritual of worship and the batik cloth has a religious magical glow when
it worn by a person . It becomes important to be studied further, especially associated with the
advent of prohibition(Larangan) in the community batik of Yogyakarta Palace in the reign of
Sultan HB VII.
Research on this batik is qualitative researchand using a multidisciplinary approach.
At least two approaches were used namely historical and archaeological approach .
Key words: batik ban (Larangan), motifs, Keraton Yogyakarta, Sultan HB VIII.
Kain batik yang biasanya mengandung nilai spiritual umumnya terdapat dan dibuat di
lingkungan Keratonatau vorstenlanden, termasuk batik yang berada di Keraton Yogyakarta.
Kain batik di Keraton Yogyakarta dibuat secara istimewa baik dalam hal pemberian warna
maupun penggunaan motif-motifnya. Kedua aspek tersebut diyakini mempunyai nilai spiritual
dan bermakna simbolik tertentu. Kegiatan membatik dipercayai sebagai suatu ritual ibadah
dan memiliki pancaran religius magis pada kain batik yang dipakai oleh seseorang. Hal ini
menjadi penting untuk dikaji lebih lanjut, apalagi dikaitkan dengan munculnya batik larangan
dalam masyarakat Keraton Yogyakarta pada pemerintahan Sultan HB VII.
Penelitian tentang batik ini temasuk jenis penelitian kualitatif yang dalam proses
pelaksanaannya akan menggunakan pendekatan multidisiplin. Paling sedikit ada dua
pendekatan yang akan digunakan yakni menggunakan pendekatan sejarah dan arkeologi.
Kata kunci: batik Larangan, motif, Keraton Yogyakarta, Sultan HB VIII.
Full Text:
PDFReferences
Anas, Biranul. 1997. Indonesia Indah buku yang ke 8 “ Batik”. Jakarta: Yayasan Harapan Kita/ BP 3 Taman Mini Indonesia Indah.
Condronegoro, Mari. 2010. Memahami Busana Adat Keraton Yogyakarta: Warisan Penuh Makna. Yogyakarta: Yayasan Pusaka Nusatama.
Harun, Nasution H. 1992. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Penerbit Djambatan.
Haryono, Timbul. 2008. Seni Pertunjukkan dan Seni Rupa Dalam Perspektif Arkeologi Seni. Surakarta: ISI Press Solo.
Haryono, Timbul. 2010. Catatan Kuliah Arkeologi Seni pada tanggal 19 Februari 2010. Yogyakarta: Sekolah Pasca Sarjana PSPSR.
Sondari, Koko. 2002. Album Seni Budaya Batik Pesisiran. Jakarta: Proyek Pengembangan Media Kebudayaan.
Suyanto, A. N. 2002. Makna Simbolis Motif – Motif Batik Busana Pengantin Jawa. Yogyakarta: Lembaga Penelitian Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
Tirta, Iwan. 1985. Simbolisme Dalam Corak dan Warna Batik. Bonus Majalah Femina No. 12/ XIII.
Tirta, Iwan. 2009. Batik Sebuah Lakon. Jakarta: PT Gaya Favorit Press.
Van Roojen, Pepin. 1996. Batik Design. Netherlands: The Pepin Press
BV. Wastraprema. 1990. Sekaring Jagad Ngayogyakarta Hadiningrat. Yogyakarta: Himpunan Pecinta Kain Batik dan Tenun.
DOI: https://doi.org/10.24821/corak.v3i2.2354
Article Metrics
Abstract view : 0 timesPDF - 0 times
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2018 Anna Galuh Indreswari
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.
View My Stats
ISSN 2301-6027 (print) | ISSN 2685-4708 (online).
View My Stats