ALAT TRANSPORTASI KASULTANAN NGAYOGYAKARTA HADININGRAT DALAM PERSPEKTIF INTEGRASI STRUKTURAL

Indro Baskoro Miko Putro

Abstract


The means of transport belonging to the palace of Yogyakarta Sultanate is treated as
an heirloom that gets legitimacy sultan as Kagungan Dalem (the king) in accordance habits
within the palace. Royal heirlooms, including transportation and the name has a certain degree
of corresponding 'proximity' to the sultan. Heirloom that has been used or is still used by the
Sultan and was named Kyai masculine , while the feminine was named Nyai. If the vehicle is a
major heirloom, then in front of Kyai or Nyai title is added to the title Kanjeng.
Palace as the creator of "symbols", his actions are not solely based on the
interpretation of freedom as well as his own accord, but in pursuance of a stimulus
interpretation for the creation of a public servant interpretation response Ngayogyakarta
palace. The existence of the palace transportation, must be addressed by society as a symbol of
the greatness of Yogyakarta Yogyakarta Sultanate dynasties that have stood the test of time,
proven to date is revitalized through rituals jamasan Kanjeng heritage train Nyai amulets and
train companion Sura month, the exhibition train palace Mulud every month, and the
procession procession procession procession jumenengan sultan and the palace wedding
reception using the train.

 

Keywords: transportasi, Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Integrasi Struktural

 

 


Alat-alat transportasi milik keraton Kasultanan Yogyakarta diperlakukan sebagai
pusaka yang mendapat legitimasi sultan sebagai Kagungan Dalem (milik raja) sesuai kebiasaan
dilingkungan keraton. Benda-benda pusaka keraton, termasuk alat transportasi mempunyai
nama dan gelar tertentu sesuai ‘kedekatannya’ dengan sultan. Pusaka yang pernah digunakan
atau masih digunakan oleh sultan dan bersifat maskulin diberi gelar Kyai, sedangkan yang
bersifat feminin diberi gelar Nyai. Apabila kendaraan tersebut merupakan pusaka utama, maka
didepan gelar Kyai atau Nyai tersebut akan ditambahkan gelar Kanjeng.
Keraton sebagai pencipta “simbol-simbol”, tindakannya tidak semata-mata
berdasarkan pada interpretasi kebebasan maupun kemauannya sendiri, namun dalam
kerangka memberikan stimulus interpretasi bagi terciptanya respon interpretasi dari
masyarakat kawula keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Keberadaan alat transportasi keraton
tersebut, tentunya akan ditanggapi oleh masyarakat Yogyakarta sebagai simbol kebesaran
dinasti Kasultanan Yogyakarta yang tidak lekang oleh waktu, terbukti sampai saat ini masih
direvitalisasi melalui upacara-upacara ritual jamasan pusaka kereta Kanjeng Nyai Jimat dan
kereta pendampingnya dibulan Sura, pameran kereta keraton setiap bulan Mulud, dan prosesi
arak-arakan kirab jumenengan sultan maupun kirab resepsi pernikahan menggunakan kereta
keraton.

 

Kata Kunci: transportasi, Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Integrasi Struktural


Full Text:

PDF

References


Behrend, T., Kraton and Cosmos in Tradisional Java, Paris : Archipel, No.37, 1989.

Darmosugito, “Apakah Sebabnja B.P.H. Mangkubumi Diam-diam Meninggalkan Surakarta” dalam Kota Jogjakarta 200 Tahun 7 Oktober 1756-7 Oktober 1956, Yogyakarta: Panitya Peringatan Kota Jogjakarta 200 Tahun, 7 Oktober 1956.

Darsiti Soeratman, Kehidupan Dunia Keraton Surakarta, 1830-1939, Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia, 2000.

Houben, Vincent J.H., Keraton dan Kompeni: Surakarta dan Yogyakarta, 1830-1870 Yogyakarta: Bentang, 2002.

Muljana, Slamet, Menuju Puncak Kemegahan Sejarah Kerajaan Majapahit, Yogyakarta: P.T. LKIS Pelangi Aksara, 2005.

Ricklefs, M.C., Yogyakarta di Bawah Sultan Mangkubumi, 1749-1792: Sejarah Pembagian Jawa, Yogyakarta: Mata Bangsa, 2002.

Soekanto, Sekitar Jogjakarta 1755-1825 (Perjanjian Gianti-Perang Diponegara), Jakarta: Penerbit Mahabarata, 1952.

Sumandiyo Hadi, Y., Seni dalam Ritual Agama, Yogyakarta: Penerbit Buku Pustaka bekerja sama dengan Lembaga Penelitian ISI Yogyakarta, Januari 2006.

______________________, Seni Pertunjukan dan Masyarakat Penonton, Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta, 2012.

S. Margana, Kraton Surakarta dan Yogyakarta 1769-1874 Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

Tanojo, R., Primbon Prekutut, Gemak, Jago, Kutjing lan Jaran, Tangguhe, Tjandrane lan Jamune, Surabaya: Trimurti, tanpa tahun. Tjakradibrata, Kitab Pengetahuan dari Hal Koeda, Weltevreden: Balai Poestaka, 1922.

van Den Berg, H.J. dan I.P. Simandjoentak, Panggung Sejarah Dunia jilid 1 dan 2, Groningen-Djakarta: J.B. Wolters, 1954.

Daftar Wawancara

Djatmiko, R., abdi dalem keraton Yogyakarta, 7 Nopember 2013, pukul 11.00-12.15 WIB.

Rahayuningsiwi, V., Sekretaris Pribadi Sri Sultan Hamengku Buwono IX di keraton Kilen, kompleks keraton Yogyakarta, 9 Nopember 2013, pukul 15.30-16.30 WIB.

Roto Prasetyo, abdi dalem keraton Yogyakarta, Rotowijayan, 7 Nopember 2013, pukul 15.00-16.00 WIB.

Soetjipto Atmosungkowo, abdi dalem keraton Yogyakarta, 8 Nopember 2013, pukul 08.00-09.35 WIB.

Sumber Internet ullensentanu.com/detail/news.php?id=68id.wikipedia.org/Keraton_Ngayogyakarta_ Hadiningrat




DOI: https://doi.org/10.24821/corak.v2i2.2332

Article Metrics

Abstract view : 0 times
PDF - 0 times

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2018 Indro Baskoro Miko Putro

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.

View My Stats

ISSN 2301-6027 (print) | ISSN 2685-4708 (online).

 

 

View My Stats