The Socio-Educational Value of Sekar Jepun Dance

I Wayan Sugita, I Gede Tilem Pastika

Abstract


This article aims to describe the form of the Sekar Jepun dance, the mascot of Badung Regency, and its socio-educational values. This article is qualitative research in the field of cultural arts. The research data were collected through observation, documentation study, and in-depth interviews with several informants, namely the Sekar Jepun dance actors, Badung district government officials, and Balinese arts and culture observers. Qualitative descriptive analysis was carried out by applying aesthetic theory and semiotics. The results showed that first, the Sekar Jepun dance had the theme of majesty sourced from the natural environment, namely the Jepun tree. The form of the Sekar Jepun dance as the mascot of Badung Regency is reflected in its complete performance, including dance performers, gamelan accompaniment, makeup and clothing, performance venues, and Sekar Jepun dance performance structures, namely papeson (head), pangawak (body), pangecet and pakaad. (feet). This dance is performed at various official moments in the Badung Regency, Bali. Second, the Sekar Jepun dance contains noble values, including aesthetic, religious, and socio-educational values that follow the Tri Hita Karana philosophy.

 

Nilai Pendidikan Sosial pada Tari Sekar Jepun

Abstrak

Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk tari Sekar Jepun, maskot Kabupaten Badung, dan nilai-nilai pendidikan sosialnya. Artikel ini merupakan penelitian kualitatif di bidang seni budaya. Data penelitian dikumpulkan melalui observasi, studi dokumentasi, dan wawancara mendalam dengan beberapa informan, yaitu pelaku tari Sekar Jepun, pejabat pemerintah kabupaten Badung, dan pemerhati seni dan budaya Bali. Analisis deskriptif kualitatif dilakukan dengan menerapkan teori estetika dan semiotika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, tari Sekar Jepun bertemakan keagungan yang bersumber dari lingkungan alam, yaitu pohon Jepun. Bentuk tari Sekar Jepun sebagai maskot Kabupaten Badung tercermin dari pertunjukannya yang lengkap, meliputi penampil tari, pengiring gamelan, tata rias dan pakaian, tempat pertunjukan, dan struktur pertunjukan tari Sekar Jepun, yaitu papeson (kepala), pangawak (badan), pangecet dan pakaad. (kaki). Tarian ini ditampilkan pada berbagai momen resmi di Kabupaten Badung, Bali. Kedua, tari Sekar Jepun mengandung nilai-nilai luhur, meliputi nilai-nilai estetika, agama, dan pendidikan sosial yang mengikuti falsafah Tri Hita Karana.


Keywords


sosio-educational value, the sekar jepun dance, dance mascot, balinese dance | nilai pendidikan sosial, tari sekar jepun, tari maskot, tari bali

Full Text:

PDF

References


Aninda, M. P., & Sihombing, L. H. (2022). The valueof the cacidance performance: Changing the perspective of cultural violence on fighting dance performances in Manggarai Indonesia. International Journal of Visual and Performing Arts, 4(1), 16–26.

https://doi.org/https://doi.org/10.31763/viperarts.v4i1.595

Bandem, I. M., & deBoer, F. E. (2004). Kaja dan Kelod: Tarian Bali dalam transisi. ISI Yogyakarta.

Djelantik, A. A. M. (1999). Estetika: Sebuah pengantar. Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.

Eriandani, Pudjolaksono, H. (2019). Perancangan perhiasan terinspirasi dari bunga kamboja sebagai bunga identitas agama Hindu di pulau Bali. Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, 7(2).

Iryanto, V. E. (2000). Tari Bali: Sebuah telaah historis (Bali dance: A historical research). Harmonia: Journal of Arts Research and Education, 1(2). https://doi.org/10.15294/harmonia.v1i2.846

Nofiyanti, N., & Efi, A. (2022). Kritik seni dan fungsi melakukan kritik seni. Gorga: Jurnal Seni Rupa, 11(2). https://doi.org/10.24114/gr.v11i2.34618

Novikova, G. P., Kaptelinina, E. A., Pashentsev, D. A., Chernogor, N. N., Osipova, N. V., Spirina, E. V., Putilina, E. S., & Ruzakova, O. A. (2019). Personality ecological culture: Universals of ethical principles of human-environment interaction. Ekoloji, 28(107), pp. 63-71.

Noviyanti, N. K., Sudiana, I. M., & Sudirgayasa, I. M. (2020). Studi analisis keanekaragaman hayati dan tingkat pengetahuan masyarakat terhadap upaya pelestarian tanaman upakara Hindu di kabupaten Tabanan. Jurnal Mahasisya Pendidikan, 2(1), 177-183.

Pastika, I. G. T. (2022). Pertunjukan dramatari topeng massal: Sebuah geliat seni ritual di pura Besakih pada masa pandemi covid-19. VIDYA SAMHITA: Jurnal Penelitian Agama, 8(1), 9–20. https://doi.org/10.25078/vs.v8i1.1038

Pastika, I. G. T., & Putra, I. B. K. S. (2023). Analisis bentuk dan keselarasan gerak tari Widya Saraswati. Dance and Theatre Review, 6(1). https://doi.org/10.24821/dtr.v6i1.7177

Pastika, I. G. T., & Sukerni, N. M. (2022). Strategi pembelajaran tari Bali pada anak usia dini di sanggar taman giri agung Denpasar. Pratama Widya: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 7(2), 24–39. https://doi.org/10.25078/pw.v7i2.1771

Pateda, M. (2001). Semantik leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.

Piliang, Y. A. (2004). Semiotika teks: Sebuah pendekatan analisis teks. Mediator: Jurnal Komunikasi, 5(2), 189-198. https://doi.org/10.29313/mediator.v5i2.1156

Ruastiti, N. M., Indrawan, A. A., & Sariada, K. (2021). Bentuk dan makna pertunjukan tari renteng di desa Saren, Nusa Penida, Klungkung, Bali. Jurnal Kajian Bali (Journal of Bali Studies), 11(1), 165-180. https://doi.org/10.24843/jkb.2021.v11.i01.p10

Ruspawati, I. A. W. (2020). The ideologies behind the creation of the sekar jepun dance as a mascot dance of the Badung regency, Bali. International Journal of Innovation, Creativity and Change, 13(9), 453–467.

Simpson, J. (2021, July). Live and life in virtual theatre: Adapting traditional theatre processes to engage creatives in digital immersive technologies. Proceedings of EVA London 2021 (EVA 2021), 109-116. https://doi.org/10.14236/ewic/EVA2021.17

Suandi, I. N., Bandem, I. M., Mudana, I. W., Partami, N. L., & Aryanto, K. Y. E. (2020). Delivering Balinese dance to the digital era: Multimedia-enriched dictionary. Preservation, Digital Technology & Culture, 49(2), 59–65. https://doi.org/10.1515/pdtc-2020-0016

Subrata, I. W. (2014). Ideologi komodifikasi seni pertunjukan barong di Banjar Denjalan-Batur, Batubulan, Gianyar. ojs.unud.ac.id.

Sugita, I. W., Pastika, I. G. T., & Puasa, I. M. G. (2023). Development of a drama gong performance model: an effort to preserve the traditional Balinese drama in the digital era. International Journal of Visual and Performing Arts, 5(1). https://doi.org/10.31763/viperarts.v5i1.910

Suryawan, I. N. (2019). Jelmane To To Dogen: Genealogi kekerasan dan perjuangan subaltern Bali. Public Inspiration: Jurnal Administrasi Publik, 4(1), 20-30. https://doi.org/10.22225/pi.4.1.2019.20-30

Suvina, S., Martion, M., & Sukri, A. (2020). Garapan tari “Akegh Cahayegh”: representasi budaya ritual pengobatan tolak bala suku Talang Mamak, desa Gedabu. Dance and Theatre Review, 3(2), 96-103. https://doi.org/10.24821/dtr.v3i2.4421

Kantor Arsip Daerah Kabupaten Badung. (2015). Narasi diorama pusaka Mangupraja dari LED 1 sampai dengan 6. https://id.scribd.com/document/330362250/Sejarah-Kerajaan-Badung-LD-1-6

Dispar. (2020, November 12). Daya tarik wisata kabupaten Badung. Website Dinas Pariwisata Kabupaten Badung. https://dispar.badungkab.go.id/daya-tarik-wisata-67




DOI: https://doi.org/10.24821/ijcas.v11i1.12616

Article Metrics

Abstract view : 0 times
PDF - 0 times

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.

Visitors