Metode ‘TaTuPa’ Tabuh Tubuh Padusi sebagai Musik Internal Visualisasi Koreografi NeoRandai
Abstract
Setiap koreografi selalu mengandung dua aspek yang tidak terpisahkan antara isi dan bentuk. Di satu pihak, koreografi disikapi sebagai ‘craft’ yang menekankan prinsip-prinsip objektif dan aturan komposisi. Di lain pihak, hal tersebut merupakan‘proses’ yang menekankan cara kerjanya yang kreatif. Tujuan penelitian ini menawarkan metode TaTuPa (Tabuh Tubuh Padusi) yaitu sebuah koreografi sebagai karya seni yang merupakan salah satu bentuk kreativitas dalam eksplorasi musik internal yang dibangun oleh tubuh penari itu sendiri, baik dari suara vokal, petik jari, tepuk tangan, tepuk dada, tepuk paha, maupun hentakan kaki. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode TaTupa yang mengkombinasikan antara isi dan bentuk menjadi sebuah kesatuan yang utuh dari eksplorasi gerak menghasilkan irama musik internal. NeoRandai Minang sebagai kreativitas seniman dapat dipahami sebagai suatu gejala sosial ‘kekinian’ yang berdimensi ‘mikro’ sehingga menjadi salah satu di antara berbagai kemungkinan cara memahami, melihat, dan mengkaji yang sebenarnya sangat kompleks ini. Pada saat ini, pandangan orang tentang karya seni tari selalu mengalami perkembangan dan pergeseran sesuai atau sejalan dengan konsep estetik yang muncul pada setiap zaman. Pandangan yang menyatakan bahwa estetik itu sesungguhnya berkaitan atau mengkaji sesuatu yang indah, kini bergeser sehingga perlu dikoreksi kembali mengingat kecenderungan karya-karya seni tari-tari kontemporer tidak lagi hanya sekedar menawarkan pemilihan gerak sebagai keindahan, tetapi lebih diutamakan pada makna dan aksi mental.
The ‘TaTuPa’ Method of Tabuh Tubuh Padusi as an Internal Music Visualization of NeoRandai Choreography. Each choreography always contains two inseparable aspects between content and form. On the one hand, it behave choreography as 'craft' which emphasizes objective principles and rules of composition. On the other hand as a 'process' which emphasizes creative ways of working. The purpose of this study is to offer the TaTuPa Method ( Tabuh Tubuh Padusi ) is a choreography as an art work which is one form of creativity in the exploration of internal music built by the body of the dancer itself, both from vocal sounds, pick fingers, applause, chest pat, pat thighs, and foot pounding. The results of this study the TaTupa Method by combining content and form into a whole unity from exploration of motion that produces internal music rhythms. Neo Randai Minang as an artist's creativity, can be understood as a social phenomenon of 'contemporary' with a 'micro' dimension, which is one of the various possible ways of understanding, seeing, and studying what is actually very complex. At this time people's views on dance art always experience development and shift according to or in line with the aesthetic concepts that arise in every age. The view that states that aesthetics are actually relating or reviewing something beautiful, is now shifted and corrected again considering the tendency of contemporary dance works to no longer merely offer the selection of motion as beauty, but more prioritize meaning and mental action.
Keywords: tatupa method; padusi; choreography; music internal; neorandai
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Al-anbiya Dzulfikar, Aquarini Priyatna, M. (2018). Representasi Musik Sebagai Sebuah Ideologi di Pesantren Dalam Film Baik-Baik Sayang. Patanjala: Jurnal Penelitian Sejarah Dan Budaya, 10(3), 403.
Bandem, I Made, Murgiyanto, S. (2000). Teater Daerah Indonesia. Denpasar: Kanisius.
Cahya. (2018). Menyoal Tentang Daya Ekspresi Garap Pertunjukan Seorang Dalang Dalam Upaya Membangun Komunikasi aestetik Pada Pertunjukan Wayang Golek. Etnika: Jurnal Budaya, 2(2), 46.
Daryana, H. A. (2019). Transformasi Musik Arumba: Wujud Hibriditas Yang Mengglobal. Panggung: Jurnal Seni & Budaya, 29(1), 57.
Dibia, I. W. (2002). Bergerak Menurut Kata Hati. Jakarta: MSPI.
Ediwar. (1989). Naskah Randai Siti Dahlia. Padang Panjang: ASKI.
Esten, M. (1999). Desentralisasi Kebudayaan. Bandung: Angkasa.
Fadhilla, S. N. (2019). Akulturasi dan Perubahan Budaya Ritual Misalin di Cimaragas Ciamis. Etnika: Jurnal Budaya, 3(1), 79.
Geriya, W. (1996). Pariwisata dan Dinamika Kebudayaan Lokal, Nasional, Global. Denpasar: Upada Sastra.
Hardjana, S. (2002). Corat-coret Musik Kontemporer Dulu dan Kini. Jakarta: Ford Foundation dan MSPI.
Harini, Y. N. A. (2018). Keterdidikan Perempuan Sunda Dalam Cerita Nini Anteh. Patanjala: Jurnal Penelitian Sejarah Dan Budaya, 10(3), 455.
Hawkins, A. M. (1988). Creating Through Dance. New Jersey: Princeton Book Company.
Irawan, P. dkk. (1997). Teori Belajar, Motivasi, dan Ketrampilan Mengajar. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Koentjaraningrat. (1990). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Liliweri, A. (2002). Makna Budaya Dalam Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: LKIS.
Muhibar, N. (2015). Pencapaian Akatualisasi Diri Dalam Film Dokumenter. Layar: Jurnal Ilmiah Seni Media Rekam, 2(1), 19.
Murgiyanto, S. (2002). Kritik Tari: Bekal dan Kemampuan Dasar. Jakarta: Ford Foundation dan MSPI.
Naim, M. (1984). Merantau: Pola Migrasi Suku Minangkabau. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Piliang, Y. A. (2016). Fenomena Intertekstualitas Fashion Karnaval di Nusantara. Panggung: Jurnal Seni & Budaya, 26(4), 436.
Rohmawati, N. (2018). Cokek Sebagai Pengaruh Penetration Pacifique Etnis Tionghoa di Betawi. Etnika: Jurnal Budaya, 2(1), 30.
Rustiyanti, Sri. , Listiani, Wanda, A. I. (2017). Visualisasi Tando Tabalah Penari Tunggal dalam Photomotion Pertunjukan Rampak Kelompok Tari Minang. Mudra: Jurnal Seni Budaya, 32(2), 222.
Rustiyanti, S. (2014). “Musik Internal dan Eksternal dalam Kesenian Randai.” Resital, Jurnal Seni Pertunjukan, 15(2 Agustus), 152–162.
Rustiyanti, S. (2016). Estetika Alua Patuik Raso Pareso Penari Tunggal dan Kelompok dalam Tari Minang : Laporan Penelitian Hibah Kompetensi. Jakarta.
Saini, KM. (2001). Taksonomi Seni. Bandung: STSI Press.
Sapentri, E. (2017). Male Gaze dan Pengaruhnya Terhadap Representasi Perempuan dalam Lukisan Realis Surealis Karya Zaenal Arifin. Journal of Urban Society’s Arts, 4(1), 29–35. Retrieved from http://dx.doi.org/10.24821/jousa.v4i1.1692
Sedyawati, E. (1981). Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta: Sinar Harapan.
Soedarsono, R. . (1991). Seni di Indonesia: Kontinuitas dan Perubahan. Yogyakarta: ISI Yogyakarta.
Soedarsono, R. . (1999). Metodologi Penelitian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa. Bandung: MSPI.
Storey, J. (2003). Teori Budaya dan Budaya Pop. Yogyakarta: Qalam.
Strinati, D. (2003). Popular Culture: Pengantar Menuju Teori Budaya Populer. Yogyakarta: Bentang Budaya.
Sukistono, D. (2017). Revitalisasi Wayang Golek Menak Yogjakarta dalam Dimensi Seni Pertunjukan dan Pariwisata.
Sumandiyo, Y. H. (1983). Pengantar Kreativitas Tari. Yogyakarta: Proyek Pengembangan IKJ Sub Bagian Proyek ASTI Departemen P & K.
Sumardjo, J. (2010). Estetika Paradoks. Bandung: STSI Sunan Ambu STSI Press.
Susanto, A. A. (2017). Fotografi adalah Seni: Sanggahan terhadap Analisis Roger Scruton mengenai Keabsahan Nilai Seni dari Sebuah Foto. Journal of Urban Society’s Arts, 4(1), 49–60.
Tagor, A. V. (2016). Konsep Karya Penyutradaraan Film Dokumenter Harmoni Angklung. Layar: Jurnal Ilmiah Seni Media Rekam, 3(2), 99.
Toynbee, A. J. (1987). Psikologi Perjumpaan Kebudayaan-kebudayaan. In Y. B. Mangunwijaya (Ed.), Teknologi dan Dampak Kebudayaannya (p. 88). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Tsuyoshi, K. (2005). Adat Minangkabau dan Merantau Dalam Perspektif Sejarah. Jakarta: Balai Pustaka.
Wahid, N. A. (2017). Ajaran Moral Dalam Lirik Lagu Dolanan Anak. Mudra: Jurnal Seni Budaya, 32(2), 173.
DOI: https://doi.org/10.24821/resital.v20i3.3394
Article Metrics
Abstract view : 0 timesPDF - 0 times
Refbacks
- There are currently no refbacks.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.