Konstruksi Identitas Tionghoa melalui Difusi Budaya Gambang Kromong: Studi Kasus Film Dikumenter Anak Naga Beranak Naga
Abstract
terhadap ruang gerak masyarakat Tionghoa. Keberadaan kesenian ini sekaligus menjadi atribut
budaya yang mampu menjadi unsur pembangun identitas masyarakat Tionghoa. Identitas Tionghoa
melalui kesenian gambang kromong memunculkan konstruksi yang berbeda terkait dengan
kebertahanan kesenian tersebut. Wacana ini muncul pada film dokumenter Anak Naga Beranak
Naga. Konstruksi identitas ini dikaji dengan mempergunakan teori Bhabha tentang konsep ruangantara.
Penelitian ini menggunakan pendekatan konstruktivisme sosial untuk melihat makna-makna
subjektif dari pengalaman-pengalaman subjek pelaku kehidupan masyarakat Tionghoa di Indonesia.
Melalui pendekatan ini dapat diketahui bahwa konstruksi identitas masyarakat Tionghoa melalui
kesenian gambang kromong bersifat heterogen. Konsep kehidupan berkesenian yang cair dan mampu
menembus batas perbedaan terepresentasi pada bentuk instrumen, lagu-lagu yang dibawakan maupun
fungsional dari pertunjukan itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa identitas masyarakat Tionghoa
juga dikonstruksi secara cair oleh masyarakat, bukan hanya dalam menghadapi perbedaan dan
permasalahan etnisitas tetapi juga kemampuan beradaptasi terhadap perkembangan zaman. Dengan
konstruksi yang cair tersebut, konstruksi identitas masyarakat Tionghoa menjadi bersifat pragmatis
dan dis-identifikasi.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Afif, A. (2012). Identitas Tionghoa Muslim Indonesia: Pergulatan Mencari Jati Diri. Depok: Kepik
Bhabha, H. K. (1994). The Location of Culture. New York: Routledge.
Budiman, C. (2013). Retorik dan Makna Ideologis Karya Instalasi dalam Film Opera Jawa Garin Nugroho. RESITAL : JURNAL SENI PERTUNJUKAN, 14(1). doi:http://dx.doi.org/10.24821/resital.v14i1.390
Creswell, J. (2012). Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Haryanto. (2015). Musik Suku Dayak: Sebuah Catatan Perjalanan di Pedalaman Kalimantan. Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta.
Koentjaraningrat. 1990. Sejarah Teori Antropologi II. Jakarta: UI Press.
Kartika, B. (2015). Mengapa Selalu Harus Perempuan: Suatu Konstruksi Urban Pemenjaraan Seksual Hingga Hegemoni Maskulinitas dalam Film Soekarno. Journal of Urban Society's Arts, 2(1), 35-54. doi:http://dx.doi.org/10.24821/jousa.v2i1.1268
Kustedja, S. (2012, Agustus 11). Jejak Komunitas Tionghoa dan Perkembangan Kota Bandung. Jurnal Sosioteknologi, 105-128
Kwa, D. (2012). Gambang Kromong and Wayang Cokek. Dalam M. N. Lily Wibisono (Penyunt.), Indonesian Chinese Peranakan: A Cultural Journey (hal. 320-323). Jakarta: Kompas Gramedia.
Said, E. (2010). Orientalisme: Menggugat Hegemoni Barat dan Mendudukkan Timur sebagai Subjek. (A. Fawaid, Penerj.) Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Titon, M. S. (1984). The Music-Culture as a World Music. Dalam J. T. Jeff Todd Titon, World of Music: An Introduction to The Music of The World's People (hal. 1-11). New York: Schirmer Books.
Van Peursen, C.A. 2005. Strategi Kebudayaan. Terj. Dick Hartoko. Yogyakarta: Kanisius
DOI: https://doi.org/10.24821/resital.v16i3.1679
Article Metrics
Abstract view : 0 timesPDF - 0 times
Refbacks
- There are currently no refbacks.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.