Virtual Reality: Hiperkonsumerisme, Hiperteks, Hipermedia, Hiperealitas

Roni Edison

Abstract


Abstrak
Kemajuan teknologi informasi dan mulai “membaiknya” tingkat perekonomian ratarata
penduduk Indonesia, ikut meningkatkan kuantitas serta kualitas kehidupan mereka.
Pertumbuhan dan kecanggihan gadget kadang tidak memberi kesempatan bagi penggunanya
untuk menggunakan dan menikmati kecanggihan tersebut. Baru beberapa saat gadget canggih
tersebut dimiliki dan belum semua aplikasi yang tertanam di gadget tersebut digunakan,
sudah datang dan muncul seri baru yang lebih canggih dengan aplikasi yang lebih beragam
dan menghibur. Televisi dengan materi audiovisualnya yang juga semakin menghibur dan
memanjakan mata penontonnya seakan tidak mau kalah untuk menyuguhkan budaya glamour,
konsumtif, instan, dan sekali lagi menghibur. Demikianlah bangsa ini dalam setiap detik denyut
napas hidupnya tiada henti dijejali dengan hiburan, hiburan, sekali lagi hiburan yang dangkal,
artifisial, dan semu. Ketika dunia Barat mencapai kemajuan bangsanya melalui proses revolusi
industri bangsa Indonesia mencapai dan memperoleh kemajuan hanya pada tingkat pengguna
dan pola pikir konsumtif. Tidak berlebihan ada pernyataan yang menyebutkan bahwa bangsa
Indonesia ini sudah terjajah untuk ketiga kalinya. Dijajah oleh industri kapitalisme global
dengan teknologinya sehingga budaya, kearifan lokal, nurani serta olah rasa dan pikiran dari
manusia Indonesia semakin tergerus. Bahkan untuk disebut sebagai intelektual yang ilmiah
rakyat dari bangsa ini harus mengerti dan memahami bahasa mereka, sebaliknya bangsa
Barat tersebut dengan leluasa berkeliaran di negeri ini dengan berbagai kepentingan tidak
diharuskan mengerti, memahami, dan berbicara dalam bahasa Indonesia. Budaya malu, tepa
selira, saling memahami, dan menghargai dalam memaknai perbedaan juga semakin hilang
dalam kehidupan bermasyarakat dan juga dalam bernegara. Gagap teknologi, bukan dalam
artian tidak mampu menggunakan dan mengoperasikan hasil kemajuan teknologi, tetapi lebih
pada ketidakmampuan dalam memanfaatkan kemajuan teknologi tersebut secara cerdas,
beretika, dan bertanggung jawab. Inilah fenomena budaya yang sedang terjadi di negara yang
memiliki falsafah Pancasila dengan semboyannya Bhinneka Tunggal Ika.

 

Virtual Reality: Hyperconsumerism, Hypertext, Hypermedia, Hypereality. Advances
in information technology and started “improving” the average rate of the economy of
Indonesia’s population, helps to improve the quantity and the quality of their lives. But the
growth and sophistication of gadgets sometimes do not provide an opportunity for users to
use and enjoy the sophistication. New gadgets while it is held, and not all applications are
embedded in the gadget is used, has come and appear more sophisticated new series with a
more diverse applications and entertaining. Television with audio-visual materials are also
more entertaining and pleasing to the eye as if the audience does not want to lose to present
the glamor culture, consumerism, instant and once again entertaining. Thus this nation in
every second breath of life relentless beats crammed with entertainment, amusement once
more entertainment shallow, artificial and superficial. When the western world nation achieve
progress through the industrial revolution of the Indonesian nation reach and make progress
only at the level of the user and consumer mindset. No exaggeration there is a statement that says that the Indonesian nation has been occupied for the third time. Colonized by global
capitalism with the technology industry to culture, local wisdom, conscience and if the hearts
and minds of the Indonesian people increasingly eroded. Even for the so-called scientific
intellectual people of this nation should know and understand their language, otherwise
the western nations to freely roam the country with a variety of interests are not required
to understand, comprehend spoken in Indonesian. Culture of shame, tepo seliro, mutual
understanding and respect of understanding of the difference is also getting lost in the society
and also in the state. Stuttering technology, not in the sense of not being able to use and
operate the result of advances in technology, but rather the inability to take advantage of
the technological advances in intelligent, ethical and responsible.It’s a cultural phenomenon
that is happening in a country that has a philosophy of Pancasila with the motto of Unity in
Diversity.


Keywords


information technology; entertainment; technology stuttering

Full Text:

PDF

References


Audifax. 2006. Imagining Lara Croft:

Psikosemiotika, Hiperealitas dan

Simbol-simbol Ketaksadaran.

Yogyakarta: Jalasutra.

Capra, Fritjof. 2010. Sains Leonardo da Vinci:

Menguak Kecerdasan Terbesar Masa

Renaisance. Yogyakarta Jalasutra.

------------. 2000. The Tao of Physic:

Menyingkap Kesejajaran Fisika Modern

dan Mistisisme Timur. Yogyakarta:

Jalasutra terjemahan The Tao of Physic:

An Exploration of the Parallels between

Modern Easter Mysticism-4th ed.

Boston: Shambhala Publications, Inc.

Fidler, Roger. 2003. Mediamorfosis,

Memahami Media Baru. Yogyakarta:

Bentang Budaya.

Gandhi, Mahatma. 2009. All Men are Brother

(Semua Manusia Bersaudara). Jakarta:

Yayasan Obor.

Ghougassian, Peter Joseph. 2004. Sayap-Sayap

Pemikiran Kahlil Gibran. Yogyakarta:

Fajar Pustaka Baru.

h t t p : / / a n g g a 1 7 k i r e i n a . w o r d p r e s s .

com/2011/09/30/makalah-virtualreality-

artificial-intellegent/

http://www.presidenri.go.id/istana/index.php/

statik/sejarah/negara.html

Ibrahim, Idi Subandy. 2007. Budaya Populer

Sebagai Komunikasi: Dinamika

Popscape dan Mediascape di Indonesia

Kontemporer. Yogyakarta: Jalasutra.

------------ (Ed.). 2005. Lifestyle Ecstasy:

Kebudayaan Pop dalam Kebudayaan

Komoditas Indonesia. Yogyakarta:

Jalasutra.

Isaacson, Walter. 2011. Steve Jobs. Yogyakarta:

Bentang.

Kompas. “Hiperkonsumerisme, Hiperteks,

Hipermedia”. Jumat, 9 Desember 2011.

-----------. Kebudayaan dan Politik Tubuh.

Minggu, 23 Desember 2012.

Mukti, Krisna. 2009. Esai tentang Seni Video

dan Media Baru. Yogyakarta: IVAA.

Piliang, Yasraf Amir. 2010. Dunia yang

Dilipat: Tamasya Melampaui Batas-

Batas Kebudayaan. Bandung: Pustaka

Matahari.

------------. 2004. Posrealitas: Realitas

Kebudayaan dalam Era Postmetafisika.

Yogyakarta: Jalasutra.

Storey, John. 2006. Cultural Studies dan Kajian

Budaya Pop. Yogyakarta: Jalasutra.

Sutanto, Yusuf. 2009. The Dance of Change:

Menemukan Kearifan melalui Kisahkisah

Kebijaksanaan Timur). Jakarta:

Kompas Gramedia.

Sunardi, ST. 2012. Vodka dan Birahi Seorang

‘Nabi’. Yogyakarta: Jalasutra.




DOI: https://doi.org/10.24821/rekam.v10i2.3254

Article Metrics

Abstract view : 0 times
PDF - 0 times

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License

View Rekam Stats