Makna Visual Tokoh Bratasena dalam Wayang Kulit Gaya Pakualaman
Abstract
Wayang kulit yang berkembang di Jawa memiliki berbagai macam gaya. Salah satu gaya adalah gaya Pakualaman. Terdapat ciri khusus yang membedakan antara wayang kulit Pakualaman dengan gaya wayang kulit lain. Penambahan atribut keris merupakan ciri khusus yang ada pada wayang kulit gaya Pakualaman. Penelitian ini bertujuan untuk menguak makna visual pada tokoh Bratasena gaya Pakualaman serta korelasinya dengan pemakaian atribut keris. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Data penelitian didapatkan dengan melakukan observasi langsung ke lapangan dan wawancara dengan narasumber yang menguasai topik yang sedang diangkat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tambahan atribut keris berfungsi untuk lebih memanusiakan wayang kulit, karena wayang kulit Kyai Jimat gaya Pakualaman bukan diciptakan untuk pertunjukan. Penggunaan atribut keris merupakan gambaran keseharian atribut yang digunakan di lingkungan Pakualaman. Makna visual dari tokoh Bratasena sesuai yang terdapat dalam naskah Sestradisuhul, Bratasena digambarkan sebagai tokoh yang kuat, teguh pendirian, pembela kebenaran dan lurus kemauannya, hal itu merupakan nasihat yang ditujukan kepada keluarga Pakualaman.
The Visual Meaning of the Character Bratasena in the Pakualaman Style of Leather Puppet
ABSTRACT
Shadow puppets that developed in Java have various styles. One style is the Pakualaman style. There are special characteristics that differentiate Pakualaman shadow puppets from other shadow puppet styles. The addition of the keris attribute is a special characteristic of Pakualaman style shadow puppets. This research aims to reveal the visual meaning of the Pakualaman style Bratasena character and its correlation with the use of keris attributes. The method used in this research is a qualitative descriptive method. Research data was obtained by conducting direct observations in the field and interviews with sources who mastered the topic being discussed. The results of the research show that the additional attribute of the keris serves to further humanize the wayang kulit, because the Pakualaman style of wayang kulit Kyai Jimat was not created for performance. The use of keris attributes is an illustration of the everyday attributes used in the Pakualaman environment. The visual meaning of the character Bratasena is in accordance with that contained in the Sestradisuhul text, Bratasena is described as a strong figure, firm in his stance, defender of truth and straight in his will, this is advice addressed to the Pakualaman family.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Alfaqi, M. Z. (2022). Eksistensi dan problematika pelestarian wayang kulit pada generasi muda kec. Ringinrejo kab. Kediri. Jurnal Praksis dan Dedikasi Sosial (JPDS), 5(2), 119–128. http://dx.doi.org/10.17977/um032v5i2p119-128
Burhan Nurgiyantoro. (2011). Wayang dan pengembangan karakter bangsa. Jurnal Pendidikan Karakter, 1(1), 18–34. http://dx.doi.org/10.21831/jpk.v1i1.1314
Creswell, J. W. (2010). Research design: pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan mixed-edisi ketiga (terjemahan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Darmaprawira, S. (2002). Warna, teori, dan kreativitas penggunaannya. Ta’allum: Jurnal Pendidikan Islam (Issue 1). ITB. https://doi.org/10.21274/taalum.2018.6.1.1-30
Herlyana, E. (2013). Pagelaran wayang purwa sebagai media penanaman nilai religius Islam pada masyarakat Jawa. Thaqafiyyat, 14(1), 127–144. https://ejournal.uin-suka.ac.id/adab/thaqafiyyat/article/view/616
Holt, C. and Soedarsono, RM. (2000). Melacak jejak perkembangan seni di Indonesia. Bandung: Arti Line.
Karja, I. W. (2021). Makna warna. Prosiding Bali-Dwipantara Waskita (Seminar Nasional Republik Seni Nusantara), 1(1), 110–116. https://eproceeding.isi-dps.ac.id/index.php/bdw/article/view/260
Mulyono, S. (1978). Wayang: Asal-usul, filsafat, dan masa depannya. Jakarta: Gunung Agung.
Purwokusumo, KPH S. (1985). Kadipaten Pakualaman KPH Soedarisman Poerwokoesoemo. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Pramulia, P. (2018). Pergelaran wayang kulit sebagai media penanaman karakter anak. Jurnal Ilmiah FONEMA: Jurnal Edukasi Bahasa dan Sastra Indonesia, 1(1), 64–73. https://doi.org/10.25139/fn.v1i1.1020
Prisandy, N., Indrawati, L., & Ratnawati, I. (2016). Perbedaan visualisasi atribut dan struktur tubuh wayang kulit purwa pada tokoh Antareja gaya Yogyakarta dengan gaya Surakarta. JADECS (Journal of Arts, Design, Art Education and Culture Studies), 1(1), 1–10.
http://dx.doi.org/10.17977/um037v1i12016p%25p
Purwadi. (2006). Nilai budi pekerti dalam seni pewayangan. Kejawen: Jurnal Kebudayaan Jawa, 1(2), 62–78.
Purwanto, S. (2018). Pendidikan nilai dalam pagelaran wayang kulit. Ta’allum: Jurnal Pendidikan Islam, 6(1), 1-30.
https://doi.org/10.21274/taalum.2018.6.1.1-30
Raharja, B. S. (2016). Inter relasi gatra wayang kulit purwa “Kyai Jimat” gaya Pakualaman dengan ilustrasi wayang dalam manuskrip skriptorium Pakualaman. Jurnal Kajian Seni, 3(1), 1–30.
file:///C:/Users/HP/Downloads/16580-68102-1-PB.pdf
Samsugi, S. (1991). Wayang kulit gagrak Yogyakarta. Jakarta: Haji Masagung.
Setiawan, E. (2020). Makna nilai filosofi wayang kulit sebagai media dakwah. Jurnal Al-Hikmah, 18(1), 37–56.
http://dx.doi.org/10.35719/alhikmah.v18i1.21
Soedarso, Sp. (2006). Trilogi seni: Penciptaan, eksistensi, dan kegunaan seni. Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta.
Sudibyo, S. (2015). Paku Alam V: Sang aristro-modernis dari Timur. Paramita: Historical Studies Journal, 25(1), 118–134.
https://doi.org/10.15294/paramita.v25i1.3425
Sunarto, Sagio, & Rejomulyo. (2004). Wayang kulit gaya Yogyakarta: Bentuk dan ceritanya (edisi revisi kedua). Yogyakarta: Pemerintah Provinsi DIY.
Penyusun, Tim Sena Wangi. (1999). Ensiklopedi wayang Indonesia, jilid 3. Jakarta: Sena Wangi.
Uddin, B., et al. (2014). Westernisasi dan gaya hidup bangsawan di Kadipaten Pakualaman pada masa Paku Alam V. Patrawidya, Seri penerbitan penelitian sejarah dan budaya, 15(3), 341–356. ISSN 14115239.
Utama, W. W. I., Arwansyah, Y. B., & Wibowo, B. A. (2022). Nilai filosofis Sestradi Puro Pakualaman Yogyakarta sebagai dasar pendidikan karakter anak usia dini. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 6(5), 4820–4830. https://doi.org/10.31004/obsesi.v6i5.2641
Manuskrip:
Serat Baratayuda babon. Naskah Koleksi Perpustakaan Pakualaman nomor kode 0110/PP/73.St.11.
Serat Baratayuda. Naskah Koleksi Perpustakaan Pakualaman nomor kode 0110/PP/73.St.14
Sestradisuhul. Naskah Koleksi Perpustakaan Pakualaman nomor kode 0008/PP/73.Pi.36
Informan:
Bima Slamet Raharja (42) Dosen di Universitas Gajah Mada Yogyakarta dan Praktisi Wayang Kulit. Tinggal di Yogyakarta, DIY.
Inggit Retno Wulan (30) Lulusan Sastra Jawa Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Tinggal di Gamping, DIY.
DOI: https://doi.org/10.24821/invensi.v9i2.11155
Article Metrics
Abstract view : 0 timesPDF - 0 times
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2024 abimanyu yogadita restu aji
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.
Editorial Address:
Graduate School of the Indonesia Institute of the Arts Yogyakarta
Jalan Suryodiningratan 8 Yogyakarta 55143, Indonesia
Telp./Fax: 0274 419791
email : jurnal.invensi@isi.ac.id
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.
View my stat Visitors