Bandung dalam Ambangan Setelah Boom 2000an: Pameran Bandung Contemporary (2013)
Abstract
Sebagai sebuah wacana estetik, seni rupa Bandung telah cukup lama dibicarakan dalam sejarah seni rupa Indonesia. Bandung sering dibayangkan untuk menawarkan sebuah kekhususan dan kekhasan jika dibandingkan dengan seni rupa Indonesia secara umum. Satu cara yang sering dilakukan dalam memeriksa, membingkai, mendistribusikan, dan mempromosikan kekhususan tersebut adalah melalui penyelenggaraan pameran. Sebagai sebuah upaya untuk memeriksa upaya-upaya termutakhir dari pembingkaian tersebut, artikel ini akan menganalisis seri pameran Bandung Contemporary (2013), utamanya dari sisi tawaran premis, metode, serta pendekatan kuratorial dan membuatnya kontekstual terhadap kemutakhiran kebudayaan Indonesia. Pameran ini membawa konteks khasnya sendiri: diselenggarakan dalam aktivitas pasar yang sedang sangat menurun dan saat seni rupa Bandung kontemporer telah teridentifikasi dan dikenal oleh publik seni rupa. Dengan menimbang konteks-konteks tersebut, lantas inovasi dan kebaruan apa yang masih bisa ditawarkan oleh BC? Melalui kacamata kajian kuratorial, artikel ini akan mendiskusikan bagaimana pameran Bandung Contemporary menggunakan pendekatan sosiologis dalam upaya pembingkaian, pendistribusian, dan promosi talenta-talenta muda Bandung dalam masa-masa yang kurang produktif tersebut. Proposisinya cukup partikular, alih-alih menawarkan jawaban 'estetik' terhadap persoalan sosiologis, BC melerai dan juga merespons melalui cara-cara yang 'sosiologis': menekankan dan memanfaatkan potensi promosional dan persuasi wacana dari penyelenggaraan sebuah pameran seni.
Bandung After the Precarious 2000s Boom: Bandung Contemporary Exhibit (2013)
ABSTRACT
Bandung, as an aesthetic discourse, has been frequently discussed in the history of Indonesian Art. Bandung is often imagined to be particular and peculiar to the general practice of the mainstream. A means by which those particular characteristics were frequently discussed, mediated, and emphasized is through exhibition-making. As an attempt to examine one of the most recent efforts of reframing Bandung, this article would analyze the premises, approaches, and methods explored in Bandung Contemporary (2013) and contextualize it within Indonesian contemporaneity. BC brought its own 'problematic' context: it was conducted during the downfall of market interest and after Bandung's contemporaneity has been 'identified' by the art public. Given this context and condition, how would BC remain inventive and novel in its exhibitionary discourse? Through curatorial studies, this article will discuss that Bandung Contemporary utilized sociological perspective in their effort of reframing, mediating, and promoting their newest talents during those unproductive times. Rather than proposing an 'aesthetic solution' to a sociological problem, BC proposed to respond with a sociological solution: emphasizing and utilizing the discourse production and promotional agenda of an exhibition.
Keywords
Full Text:
PDF (Bahasa Indonesia)References
Derieux, F. (2009). Harald Szeemann Individual Methodology. UK: Department of Curating Contemporary Art.
Desmiati, A. (2012). Kajian Sejarah Sosial Seni Rupa di Bandung Periode 1970 – 1998 Melalui Representasi Visual Karya-karya Srihadi Soedarsono, Nyoman Nuarta, dan Tisna Sanjaya. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Djatiprambudi, D. (2009). Komodifikasi Seni Rupa Kontemporer Indonesia: Basis Sosial- Historis, Struktur, dan Implikasinya. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Gumilar, G. (2013). Kajian Pendekatan Kuratorial terhadap Pameran dengan Label Bandung periode 2000-2012. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Hapsoro, C. D. (2013). Habitus | Disposisi. Bandung: PT Lima Enam Tujuh.
Hujatnika, A. (2008). Bandung New Emergence Vol. II. Bandung: Selasar Sunaryo Art Space.
Hujatnika, A. (2012). Praktik Kekuratoran dan Relasi Kuasa dalam Medan Seni Rupa Kontemporer Indonesia. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Kusmara, A. R. (2009). On Going. Jakarta: Vanessa Art Link.
O’Neill, P. (2011). Curating Subjects. Open Edition.
Priatna, Ri. (2013). Menembus Batas. Bandung: PT Lima Enam Tujuh.
Siregar, A. (2007). Petisi Bandung II. Magelang: Galeri Langgeng.
Texania, S. (2013). Multi Polar. Bandung: PT Lima Enam Tujuh.
Wells, L. (2007). Curatorial Strategy as Critical Intervention: The Genesis of Facing East. In J. Rugg & M. Sedgwick (Eds.), Issues in Curating Contemporary Art and Performance (1st Editio, pp. 29–43). Intellect Books.
DOI: https://doi.org/10.24821/jtks.v8i2.6094
Article Metrics
Abstract view : 0 timesPDF (Bahasa Indonesia) - 0 times
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2022 Ganjar Gumilar
Editorial Address:
Graduate School of the Indonesia Institute of the Arts Yogyakarta
Jalan Suryodiningratan 8 Yogyakarta 55143, Indonesia
Telp./Fax: 0274 419791 email: tatakelolasenijurnal@gmail.com
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.