The Role of Nyi Ageng Serang in Guerilla Strategy of Diponegoro War: An Inspiration for Choreography Work

Hendro Martono, Jasmin Aulia Pertiwi

Abstract


One of the female heroines from Central Java who are less well known nationally apart from Cut Nyak Din, Maria Tinahahu and Kartini is Nyi Ageng Serang or Kustiah Wulaningsih Retno Edi. She was known as female war tacticians belonging to the Yogyakarta and Diponegoro palaces. Kustiah inherited warrior spirit from his father, Panembahan Notoprojo, commander and comrade in arms of P. Mangkubumi who led him to become Sultan Hamenku Buwana I. Kustiah also joined Bregada Nyai and received military education at Yogyakarta palace. While staying at the palace, she read a lot of ancient manuscripts in the library and married to Raden Sundoro, the crown prince. She felt that living in the palace was felt boring, so that when her father died, Kustiah returned to Serang to lead the struggle against the Dutch. She attained her knowledge about war tactics from both ancient texts and her battle experience. Her belief as Muslim descendant of Sunan Kalijaga believing Al-Qur’an also led her to be brave. at the age of 73, Nyi Ageng Serang withdrew from the battlefield and died in 1828. She was buried in Serang, then moved to Kulonprogo. Nyi Ageng Serang’s struggle based on intelligence and Islamic beliefs has inspired the choreographer to choreograph a dance revealing the secrets of Nyi Ageng Serang’s becoming expert of guerrilla war strategy. The moves come from Javanese dance which is soft but heroic and agile. The work involves 3 dancers, one as Nyi Ageng Serang while the other 2 dancers as soldiers. The dance music is composed based on contemporary Javanese sampled via MIDI and the makeup is also Javanese style during Islamic era. The scenography is in the form of a wide white backdrop cloth which can express the metaphor of the war atmosphere in silhouette combined with an animated video. This choreography was recorded by using long take and one shot techniques and carried out on a proscenium stage equipped with lighting. The duration of the video dance is around 8 minutes.

 

Pahlawan wanita dari Jawa Tengah yang kurang dikenal secara nasional seperti pahlawan wanita Cut Nyak Din, Maria Tinahahu dan Kartini yaitu Nyi Ageng Serang atau Kustiah Wulaningsih Retno Edi. Tercatat dalam sejarah sebagai wanita ahli siasat perang yang dimiliki kraton Yogyakarta dan Diponegoro. Kustiah mewarisi darah pejuang dari ayahanda Panembahan Notoprojo, panglima sekaligus sahabat seperjuangan P. Mangkubumi yang menghantarkan hingga menjadi Sultan Hamenku Buwana I. Kustiah juga sempat bergabung pada Bregada Nyai mendapat pendidikan kemiliteran di keraton Yogyakarta, selama di keraton banyak membaca naskah kuno di perpustakaan. Saat di keraton bertemu dan sempat menikah dengan Raden Sundoro putra mahkota, namun hidup di keraton terasa membosankan dan dikekang oleh peraturan, maka pada saat ayahnya wafat Kustiah punya alasan untuk kembali ke Serang memimpin perjuangan melawan Belanda. Pengetahuan tentang taktik perang banyak diperoleh dari naskah kuno yang dibaca selain dari pengalamannya terjun ke medan laga. Ditambah keyakinannya sebagai umat Islam keturunan Sunan Kalijaga, bahwa semua penindasan terhadap manusia secara keji tidak sesuai dengan ayat suci Al- Quran yang menjadi pegangan hidup Kustiah. Maka penjajah harus nusnah di atas bumi. Nyi Ageng Serang di usia 73 tahun mundur dari medan perang dan pada tahun 1828 wafat dimakamkan di Serang, kemudian dipindah ke Kulonprogo. Perjuangan yang didasari kecerdasan dan penguasaan syariat Islam Nyi Ageng Serang mengilhami koreografer untuk mengkoreografikan sebuah garapan tari yang mengungkap rahasia sehingga mampu menjadi ahli strategi perang gerilya. Geraknya bersumber dari tari Jawa yang lembut namun bernuansa heroik, tangkas dan trengginas. Ditarikan oleh 3 penari, yang satu sebagai Nyi Ageng Serang sedang 2 penari lainnya sebagai prajurit. Musik tari dikomposisikan berdasar kontemporer Jawa yang disampling melalui MIDI. Rias Busana juga masih bernuansa Jawa pada zaman Islam. Skenografi berupa kain backdrop warna putih lebar yang bisa mengekspresikan metafor suasana perang secara siluet yang di padukan dengan video yang imajinatif. Koreografi ini divideokan dengan teknik long take dan one shot untuk untuk dramatika serta estetika bahasa gambar. Perekaman video dilakukan di proscenium stage yang dilengkapi tata cahaya. Durasi tari video sekitar 8 menit.


Keywords


Nyi Ageng Serang; strategy; war; Lumbu leaves; Diponegoro

Full Text:

PDF

References


Damono, S. D. (2012). Alih Wahana (1st ed.). Editum.

Jacqueline Smith. (1985). KOMPOSISI TARI Sebuah Petunjuk bagi Guru. IKALASTI. Janti, N. (2018, August 4). cinta-sultan-bersemi-di-perpustakaan.

Lasminah, P. (2007). Nyi Ageng Serang (2nd ed.). Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Direktorat Nilai Sejarah.

Martono, H., & Subawa, Y. (2016). Ziarah Ragawi: Meningkatkan Kualitas Ketubuhan (1st ed.). Cipta Media.

Soedarsono. (1997). Wayang Wong: Drama Tari Ritual Kenegaraan di Keraton Yogyakarta (1st ed.). Gadjah Mada University Press.

Verelladevanka, A. (2021). Nyi Ageng Serang: Kehidupan, Perjuangan, dan Akhir Hidup. kompas.com.




DOI: https://doi.org/10.24821/jousa.v11i1.11036

Article Metrics

Abstract view : 0 times
PDF - 0 times

Refbacks

  • There are currently no refbacks.




Creative Commons License
This work is licensed under a 
Creative Commons Attribution 4.0 International LicenseISSN 2355-2131 (print) | ISSN 2355-214X (online).

 

View My Stats